MUI Terbitkan Fatwa Tentang Aktivitas di Media Sosial

Media sosial saat ini sudah menjadi satu bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan. Hampir semua elemen masyarakat sudah mengenal dan mengetahui tentang media sosial. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi turut mendorong tumbuhnya media sosial. Media sosial awalnya digunakan sebagai ajang sosialisasi, mencari teman yang lama tidak bertemu atau mencari teman-teman baru.

Perkembangan media sosial akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan. Bukan lagi sebagai ajang sosialisasi, melainkan menjadi ajang saling hujat, menebarkan permusuhan, provokasi, menyebarkan fitnah dan berita hoax dan hal-hal lain yang akhirnya mengakibatkan dishamoni sosial.

Melihat perkembangan penggunaan media sosial di tengah-tengah masyarakat yang dapat juga berpotensi menimbulkan ketidakharmonisan dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara, Majelis Ulama Indonesia(MUI) menerbitkan Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial. Fatwa ini diserahkan oleh Ketua MUI KH Ma’ruf Amin kepada Menteri Kominfo Rudiantara di Gedung Kemkominfo, Jakarta, Senin (5/6/2017) petang.

Ketua MUI KH Ma’ruf Amin mengatakan, fatwa tersebut dibuat berdasarkan kekhawatiran akan maraknya ujaran kebencian dan permusuhan melalui media sosial. Beliau berharap fatwa tersebut bisa mencegah penyebaran konten media sosial yang berisi berita bohong dan mengarah pada upaya adu domba di tengah masyarakat.

Fatwa tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah di Media Sosial mengatur pedoman-pedoman dalam menggunakan media sosial yaitu Pedoman Umum, Pedoman Verifikasi Konten/ Informasi, Pedoman Pembuatan Konten/Informasi, dan Pedoman Penyebaran Konten/Informasi.

Lebih lanjut, KH Ma’ruf Amin menyampaikan pentingnya untuk dilakukan sosialisasi dan literasi sehingga dapat dipahami dengan baik dan diimplementasikan oleh khalayak. Disamping itu, fatwa ini perlu didukung dengan pengaturan atau regulasi sehingga dapat efektif menjadi acuan bersama dalam memanfaatkan media sosial.

Dalam fatwa tersebut terdapat beberapa hal yang diharamkan untuk dilakukan di media sosial, salah satunya adalah penyebaran permusuhan. Bahwa, setiap muslim yang bermuamalah (bersosialisasi) melalui medsos diharamkan untuk melakukan ghibah (penyampaian informasi spesifik ke suatu pihak yang tidak disukai), fitnah, namimah (adu domba), dan penyebaran permusuhan.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara usai menerima fatwa MUI tersebut menyatakan jika kementerian yang dipimpinnya akan menjalankan dua langkah untuk menindaklanjuti Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial. “Dalam UU ITE sebetulnya tugas pemerintah itu boleh diringkaskan ada dua yaitu yang pertama melakukan sosialisasi edukasi literasi dan yang kedua melakukan pembatasan akses atau pemutusan akses terhadap dunia maya ini. Alhamdulillah, sesuai dengan rekomendasinya dari MUI, kami akan menjalankan dua ini,” tuturnya.

Langkah ini perlu dilakukan agar ranah media sosial di Indonesia dapat dimanfaatkan dengan baik. “Hari ini saya menerima Fatwa MUI tentang bermedia sosial, ini baru awal. Setelah ini saya akan mengetuk pintu, silaturahmi lagi sekaligus minta bantuan, bagaimana bersama-sama dengan MUI mensosialisasikan hal ini, bagaimana menggunakan rujukan Fatwa MUI ini, dan bagaimana mengelola atau memanajemeni konten-konten yang negatif,” jelasnya.

Rudiantara memaparkan banyaknya jumlah pengguna medsos di Indonesia guna mendukung langkah yang akan diambil kementeriannya. “Hari ini kita sebetulnya ada 111 juta orang Indonesia yang menggunakan facebook, kalau akun lebih besar daripada 111 juta. 75? masyarakat Indonesia menggunakan medsos” jelasnya.

Mengenai penggunaannya, menurut Rudiantara pada dasarnya manusia menggunakan medsos untuk dapat berhubungan satu dengan yang lain. “Sejatinya media sosial ini dibentuk untuk merekatkan hubungan antara manusia seperti yang selama ini tidak bertemu teman SD atau teman SMP dengan facebook bisa mengingat, mengenali atau mengetahui sedang berada dimana mereka sehingga hubungan antara manusianya bisa dilanjutkan kembali, silaturahmi dapat dijalankan kembali” jelas Rudiantara.

KH Ma’ruf Amin menilai momentum bulan Ramadhan menjadi tepat untuk memunculkan fatwa mengenai muamalah di media sosial. “Dipilihnya bulan Ramadhan ini merupakan waktu yang tepat untuk kita menahan diri daripada menggunakan medsos dengan tidak baik. Jangan sampai media sosial berisi berita bohong kemudian pornografi kemudian jangan mengarah kepada kebencian atau permusuhan,” tuturnya.

Kebencian dan permusuhan itu malah marak melalui medsos ini. Bahaya itu harus dihilangkan maka kami mengeluarkan fatwa bermuamalah medsos. Karena kita tidak mungkin menghindari medsos ini tapi bagaimana menggunakan medsos,” jelasnya.


Was This Post Helpful:

0 votes, 0 avg. rating

Share:

admin zakisahil

Leave a Comment