AXC Gelar Workshop Hour of Code dan Membuat Saron Simulator

Di era kemajuan teknologi, dimana industri sudah memasuki era 4.0, bahasa pemrograman atau coding menjadi salah satu keahlian yang banyak dibicarakan. Dengan kemajuan teknologi informasi, hampir semua bidang kehidupan termasuk profesi membutuhkan banyak sekali orang yang mampu melakukan coding.

Pembelajaran coding ini pun mulai merambah ke dunia pendidikan khususnya anak-anak. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh melalui proses belajar coding untuk anak-anak, antara lain adalah mengasah kreativitas. Anak-anak akan belajar cara membuat permainan sederhana berdasarkan gambar yang mereka buat sendiri. Hal ini bisa memacu mereka untuk membuat karya yang kreatif dan orisinil.

Coding juga dipercaya dapat melatih kemampuan anak untuk memecahkan masalah. Permainan komputer dengan bahasa pemrograman visual akan melatih logika dan konsep berpikir sehingga mereka terbiasa untuk memecahkan masalah secara sistematis.

Untuk lebih mempopulerkan coding, APKOMINDO eXcellent Center(AXC) pada hari Sabtu, 22 September 2018 kemarin mengadakan workshop dengan tema Kreatif dan Produktif di Kelas Informatika. Workshop ini membawakan materi antara lain Diskusi Pendidikan 4.0 dan Hour of Code serta membuat Saron Simulator.

Pada sesi pertama, Dipl. Inf(FH) Rudy D. Muliadi yang juga Ketua Umum APKOMINDO membawakan materi tentang Pendidikan di Era 4.0. Bahwa di era saat ini, dimana kemajuan teknologi sudah merasuki semua bidang, maka pembelajaran coding menjadi satu hal yang penting untuk dibawakan.

Lanjut ke sesi kedua, ada Dewis Akbar yang juga penggagas berdirinya Lab on Bike membawakan materi tentang Hour of Code, setelah sebelumnya bercerita tentang awal mula berdirinya Lab on Bike serta beberapa prestasi yang pernah diraih. Setelah memaparkan tentang Hour of Code, Dewis mengajak peserta yang terdiri dari guru dan siswa SMA dan SMK ini untuk membuat aplikasi Saron Simulator menggunakan Scratch.

Dalam membuat Saron simulator, para peserta menggunakan kardus bekas yang diukur sesuai dengan ukuran perangkat gamelan asli. Setiap potongan kardus tadi kemudian dilapisi kertas alumunium. Setelah jadi, mereka menyusun kardus-kardus berbungkus alumunium itu layaknya perangkat saron asli di atas kertas.

Kemudian, dengan menggunakan aplikasi pemrograman animasi sederhana “Scratch”, suara nada-nada perangkat gamelan diprogram sehingga nada-nada gamelan dapat didengar. Supaya dapat dimainkan simulator perangkat gamelan yang terbuat dari kardus dihubungkan ke sebuah chip elektronik.

Selain kabel yang terhubung dengan bilah-bilah saron tersebut, terdapat satu kabel masa yang berfungsi sebagai konduktor listrik, namanya ground. Kabel ini harus dipegang pemain ketika memainkan saron, sehingga dapat menghasilkan bunyi sesuai nada aslinya.

Saat simulator gamelan ini dipukul menggunakan pemukul atau tangan, suara gamelan pun akan keluar dari speaker komputer. Tidak lupa, pemain gamelan kardus ini harus memegang kabel konduktor dengan tangan kiri saat tangan kanannya memukul simulator gamelan.

Dengan program coding sederhana, peserta tidak hanya bisa membuat simulator Saron, tetapi bisa juga membuat bermacam simulator gamelan lainnya, atau membuat permainan dan animasi sendiri. Para peserta sangat antusias mengikuti arahan Kang Dewis dalam membuat Saron simulator ini. Aplikasi ini dapat dipergunakan dalam pelajaran Seni Budaya untuk memperkenalkan ragam bunyi gamelan kepada peserta didik. Workshop kali ini disupport pula oleh Relawan TIK dan BONET.


Was This Post Helpful:

0 votes, 0 avg. rating

Share:

Bambang W

Leave a Comment