Pertumbuhan Industri TIK Diatas Pertumbuhan Ekonomi

Industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Indonesia dalam lima tahun terakhir tumbuh 9,98-10,7% per tahun, hampir dua kali lipat pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,79-6,56%. Mulai 2019, industri TIK domestik diproyeksikan tumbuh di atas 11% per tahun karena seluruh wilayah Nusantara terhubung jaringan internet seiring rampungnya proyek pembangunan broadband serat optik (Palapa Ring) pada akhir 2018.

Selain ditopang proyek Palapa Ring, pertumbuhan industri TIK  dalam negeri juga akan ditunjang dengan pencanangan Indonesia sebagai negara ekonomi digital pada 2020, digitalisasi di sektor swasta dan layanan publik oleh negara.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri TIK di Tanah Air periode tahun 2011-2015 tumbuh 9,98% hingga 10,7%, jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,79% sampai 6,56%.

Tingginya pertumbuhan TIK di Indonesia juga tercermin pada besarnya alokasi belanja modal (capital expenditure/capex) di sektor TIK yang setiap tahun terus naik. Lembaga riset International Data Corporation (IDC) pun memprediksi capex sektor TIK di Indonesia pada 2016 mencapai US$ 15,3 miliar (Rp 201,76 triliun), tumbuh 8,5% dari tahun lalu US$ 14,1 milliar (Rp 183,53 triliun).

Pengamat TIK dan Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menjelaskan bahwa besarnya belanja TIK di Indonesia ditopang berbagai proyek teknologi informasi (TI) pemerintah dan swasta. Proyek lainnya adalah digitalisasi di sektor swasta dan layanan publik oleh negara serta bertumbuhnya kelas menengah yang berdaya beli. “Industri TIK saat ini dan beberapa tahun ke depan kemungkinan tumbuh sekitar 8% per tahun,”

Menurut Heru, Industri TIK saat ini dan beberapa tahun kedepan kemungkinan tumbuhh sekitar 8% per tahun. Sekitar 60% pertumbuhan sektor TIK dikontribusi industri perangkat keras (hardware, termasuk telekomunikasi). Adapun 40% lainnya disumbang industri perangkat lunak (software/aplikasi).

“Mulai awal 2019, komposisinya akan berubah menjadi berimbang ketika proyek internet menjangkau seluruh Tanah Air. Selanjutnya, kontribusi industri software akan semakin meningkat  dan menggeser industri perangkat keras,” tutur dia.

BMI Research menyebutkan, dari tiga subsektor TIK di Indonesia, total penjualan dari komputer (PC), software, dan layanan TI mencapai Rp 176,31 triliun pada 2015. Angka tersebut diproyeksikan naik menjadi Rp 289,76 triliun pada 2019.

Nilai penjualan perangkat keras komputer, demikian BMI Research, mencapai Rp 100,5 triliun pada 2015 dan diproyeksikan naik menjadi Rp 142 triliun pada 2019 (tumbuh rata-rata 9,5% per tahun). Sedangkan penjualan software tahun lalu mencapai Rp 29,18 triliun dan diproyeksikan naik menjadi Rp 56,64 triliun pada 2019 (tumbuh 18,5%). Adapun nilai penjualan layanan TI yang tahun lalu sebesar Rp 46,63 triliun, diperkirakan naik menjadi Rp 91,12 triliun pada 2019 (tumbuh 18,7%).

Heru Sutadi mengungkapkan, agar pertumbuhan itu lebih berkualitas dan berkontribusi besar terhadap kepentingan nasional, peran konten lokal, baik hardware maupun software harus ditingkatkan. Itu sebenarnya telah dimulai dengan adanya kewajiban kandungan lokal dalam setiap smartphone 4G yang beredar di Indonesia. Tahun ini, pemerintah mewajibkan 20% tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dan tahun depan sebesar 30%.

Pemerintah, kata Heru, juga mesti lebih fokus jika ingin mengembangkan aplikasi berkaliber global, seperti Google, Twitter, dan WhatsApp. Heru Sutadi menambahkan, setidaknya ada lima aplikasi lokal yang perlu dikembangkan pemerintah, yakni mesin pencari waktu sebagai pengganti Google, instant massanger lokal sebagai kompetitor WhatsApp dan lainnya, media sosial pengganti Twitter dan Facebook, kompetitor apliksi video dari Youtube, dan aplikasi peta jalan atau lokasi secanggih Google Map atau Waze.

Menkominfo Rudiantara mengakui, Presiden Jokowi telah mencanangkan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi digital terbesar di kawasan Asean dalam beberapa tahun ke depan. Hal itu sejalan dengan upaya pemerintah memaksimalkan potensi industri digital di Indonesia yang diperkirakan mencapai US$ 130 miliar pada 2020.

Presiden juga meminta para pelaku bisnis memprioritaskan pebisnis rintisan (start-up) untuk mendapatkan akses permodalan. Pemerintah akan mengimbanginya lewat deregulasi besar-besaran terhadap bisnis e-commerce.

Untuk mengejar target itu, menurut Rudiantara, pemerintah harus merampungkan peta jalan (roadmap) pengembangan industri perdagangan secara elektronik (e-commerce) di Tanah Air pada pertengahan 2018.

Lembaga riset CHGR mengungkapkan, jumlah bisnis rintisan berbasis teknologi (start-up) di Indonesia diproyeksikan tumbuh 6,5 kali lipat dari saat ini menjadi sekitar 13 ribu pada 2020. Tahun ini, Indonesia tercatat sebagai negara yang memiliki jumlah start-up tertinggi di Asia Tenggara, yakni sekitar 2.000.

Menurut Presdir Telkomtelstra Erik Meijer, berkembangnya digitalisasi perekonomian telah menjadikan Indonesia sebagai pasar yang dinamis sejalan dengan bertumbuhnya start-up. Pertumbuhan start-up yang sangat pesat di dalam negeri mengindikasikan ekonomi Indonesia kian kuat. Juga membuktikan ketersediaan teknologi yang terus berkembang untuk mendukung pertumbuhan industri dan ekonomi digital.

Menurut Ketua APJII Jamalul Izza, populasi masyarakat yang terus meningkat turut menambah jumlah pengguna internet di Indonesia. Dari total populasi masyarakat Indonesia yang berjumlah 256,2 juta jiwa saat ini, komposisi pengguna internet mencapai 51,5% atau 132,7 juta orang.

Izza menjelaskan, pertumbuhan jumlah pengguna internet di Indonesia setiap tahun mencapai 10%. Dari jumlah itu, 67,8%-nya merupakan pengguna internet melalui telepon pintar (smartphone), sisanya melalui broadband atau komputer. “Ke depan, jumlahnya akan terus meningkat,” tegas dia.

APJII juga mengapresiasi pengembangan infrastruktur telekomunikasi yang konsisten dilakukan pemerintah. Pembangunan jaringan serat optik Palapa Ring yang bakal menghubungkan Indonesia bagian timur, tengah, dan barat diharapkan lebih memudahkan jangkauan internet di setiap daerah.

Palapa Ring merupakan proyek pembangunan jaringan serat optik nasional yang akan menjangkau 34 provinsi, 440 kota/kabupaten di seluruh Indonesia, dengan total panjang kabel laut 35.280 km dan kabel di darat 21.807 km. “Lewat pengembangan infrastruktur dan kebijakan yang mendukung, pengguna internet diharapkan naik menjadi 40% dari jumlah penduduk kita,” ucap dia.


Was This Post Helpful:

0 votes, 0 avg. rating

Share:

admin zakisahil

Leave a Comment